Oleh: Nunuk Purwanto – Mahasiswa Fisipol Unikarta Angkatan 2023*
Tepat pada 26 Mei 2025, Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) memasuki usia ke-41. Sebuah pencapaian panjang sejak didirikan pada 26 Mei 1984. Bagi saya sebagai mahasiswa, usia ini bukan hanya angka, tetapi momentum penting untuk merenung dan menilai sejauh mana kampus ini berkembang serta tantangan apa saja yang masih perlu dibenahi.
Sebagai satu-satunya perguruan tinggi swasta di jantung Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Unikarta memiliki peran besar dalam membentuk generasi muda. Namun, seiring perjalanan empat dekade lebih, sejumlah persoalan masih terasa nyata di kehidupan kampus sehari-hari. Refleksi ini saya tulis bukan untuk menghakimi, melainkan sebagai bentuk kepedulian seorang mahasiswa yang mencintai kampusnya.
Biaya Pendidikan yang Terus Naik
Salah satu isu yang cukup sering menjadi bahan perbincangan mahasiswa adalah kenaikan biaya pendaftaran dan awal kuliah. Banyak dari kami bertanya-tanya: atas dasar urgensi apa kenaikan itu diberlakukan hampir setiap tahun?
Apalagi, sejumlah pembangunan fasilitas kampus diketahui mendapat dukungan pembiayaan dari program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan-perusahaan sekitar. Maka, transparansi pengelolaan keuangan kampus menjadi hal yang penting. Saya mendorong pihak rektorat untuk menggelar audiensi terbuka bersama mahasiswa agar alur penggunaan dana mahasiswa bisa lebih diketahui dan dipahami publik kampus secara adil dan rasional.
Sistem Pembayaran Foodcourt yang Dinilai Tidak Efisien
Beberapa minggu terakhir, kampus menghadirkan wajah baru melalui peresmian foodcourt. Ide ini tentu patut diapresiasi sebagai bentuk peningkatan fasilitas. Namun, yang dikeluhkan banyak mahasiswa adalah sistem pembayarannya yang terpusat hanya di satu kasir.
Sistem ini dinilai tidak praktis karena pelanggan harus bolak-balik dari booth ke kasir, lalu kembali ke booth untuk menyerahkan bukti pembayaran. Belum lagi tambahan biaya admin sebesar Rp1.000 per transaksi yang belum jelas transparansi pemanfaatannya. Menurut saya, lebih efektif jika sistem lama yaitu pembayaran langsung ke masing-masing outlet dikembalikan, demi kenyamanan mahasiswa dan efisiensi waktu.
Kampus yang Masih Dihantui Banjir
Setiap musim hujan datang, masalah klasik kembali menghampiri: banjir di lingkungan kampus. Keadaan ini tentu mengganggu kegiatan belajar-mengajar, bahkan aktivitas administratif pun bisa lumpuh seketika.
Pertanyaannya, apakah kampus sudah menyiapkan langkah konkret dan jangka panjang untuk mengatasi persoalan ini? Penanganan serius terhadap tata kelola drainase dan perencanaan lingkungan perlu menjadi prioritas, bukan hanya penanggulangan sementara.
Greenhouse yang Menyempitkan Ruang Mahasiswa
Saya juga menyoroti pembangunan greenhouse yang dibangun di lingkungan kampus. Terlepas dari tujuannya untuk edukasi atau eksperimen pertanian, sayangnya, lokasi pembangunannya dinilai kurang strategis karena memakan lahan parkir motor mahasiswa. Akibatnya, akses jadi sempit dan menimbulkan kesan kumuh di area kampus.
Lebih lanjut, tidak ada publikasi terbuka mengenai hasil atau keuntungan dari operasional greenhouse tersebut. Jika proyek ini melibatkan dana kampus, seyogianya ada transparansi hasil serta kontribusinya terhadap mahasiswa.
Di Mana Suara BEM?
Yang lebih membuat kami gelisah adalah minimnya respons dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), baik tingkat universitas maupun fakultas. Padahal, BEM merupakan representasi aspirasi mahasiswa. Ketika banyak masalah muncul dari kenaikan biaya, hingga sistem layanan kampus, kami berharap ada suara mahasiswa yang terorganisir dan vokal menyuarakan perubahan.
Sebagai lembaga tertinggi mahasiswa, BEM seharusnya menjadi jembatan antara mahasiswa dan pimpinan kampus. Diam bukanlah pilihan. Kepedulian harus ditunjukkan dalam bentuk tindakan nyata.
Menutup Refleksi
Saya percaya Unikarta memiliki potensi besar untuk menjadi kampus unggulan di Kalimantan Timur. Namun, perubahan tidak bisa datang dari atas saja. Suara mahasiswa, sebagai bagian dari keluarga besar kampus, juga harus didengar dan dilibatkan. Kritik yang membangun adalah bentuk cinta. Semoga di usia ke-41 ini, Unikarta semakin terbuka terhadap perubahan demi kemajuan bersama.