DIALOGIS.CO – Di balik geliat pembangunan berbasis potensi lokal, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) menaruh perhatian besar pada sektor perkebunan rakyat.
Melalui Dinas Perkebunan (Disbun), komitmen itu diterjemahkan dalam berbagai program yang terstruktur, menekankan kesiapan petani sekaligus memastikan legalitas lahan.
Kepala Bidang Perlindungan Perkebunan Disbun Kukar, Rudiyanto Hamli, menegaskan bahwa setiap bantuan yang diberikan selalu melalui prosedur yang jelas.
Hal ini bertujuan agar program berjalan optimal, tanpa menimbulkan konflik kepemilikan lahan maupun penyalahgunaan anggaran.
“Jika masyarakat mengajukan permohonan bantuan untuk pengembangan kebun sawit, tentu akan kami bantu. Namun tetap harus memenuhi ketentuan seperti status lahan yang jelas dan kesiapan dari petani itu sendiri,” ujarnya, Selasa (20/5/2025).
Untuk menjaga akurasi dan keadilan, Disbun menerapkan sistem CPCL (Calon Petani Calon Lahan).
Skema ini mewajibkan kelompok tani memiliki legalitas yang sah, serta memastikan lahan yang diajukan tidak tumpang tindih dengan kawasan hutan atau milik pihak lain.
Kelapa sawit menjadi salah satu komoditas prioritas, baik melalui ekstensifikasi lahan maupun dukungan sarana produksi seperti pupuk dan alat pendukung.
Namun perhatian Disbun tidak berhenti di situ. Komoditas lain seperti karet, kopi, kakao, lada, hingga kelapa dalam juga terus dibina sesuai dengan potensi agroklimat serta minat petani di setiap wilayah.
“Kita lihat potensi wilayah. Misalnya, untuk kopi cocok di dataran tinggi, sementara kelapa dalam lebih berkembang di daerah pesisir. Semua program kami sesuaikan agar tepat sasaran,” tambah Rudiyanto.
Samboja dan Muara Jawa, contohnya, menjadi sentra pengembangan kelapa dalam. Meski begitu, kondisi geografis masih menyisakan tantangan, terutama pengaruh air laut.
Menurut Rudiyanto, kendala tersebut perlu diatasi melalui infrastruktur pendukung seperti pintu air atau tanggul agar hasil budidaya lebih optimal.
Sementara itu, geliat berbeda terlihat di Jonggon, Perangat, Cipari, dan Kohiman, yang kini mulai mengembangkan kopi.
Disbun pun turun tangan dengan mendirikan rumah produksi dan menyediakan alat pengolahan pascapanen guna meningkatkan nilai tambah.
“Lahan kopi memang tidak seluas sawit, tapi kami tetap bantu sesuai kemampuan. Di Cipari dan Jonggon sudah berdiri rumah produksi, dan itu sudah dilengkapi dengan fasilitas olah pasca panen,” jelasnya.
Adapun untuk komoditas kakao, perhatian tertuju ke kawasan Lung Anai dan SP3. Di sana, tidak hanya petani laki-laki yang terlibat, tetapi juga Kelompok Wanita Tani (KWT). Kehadiran perempuan dalam pengembangan kakao menjadi bukti bahwa sektor perkebunan rakyat di Kukar turut membuka ruang bagi pemberdayaan perempuan.
Dengan pendekatan yang menyesuaikan karakteristik wilayah serta kesiapan kelompok tani, Disbun Kukar optimistis sektor perkebunan rakyat dapat tumbuh menjadi pilar penting penggerak ekonomi masyarakat.
“Bukan hanya soal produksi, tapi juga kesejahteraan yang berkelanjutan,” tutup Rudiyanto. (Adv/fk)