Arianto, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata Kukar.
Arianto, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata Kukar.

Desa Wisata di Kukar: Menyulam Cerita dari Potensi Lokal Jadi Pesona Pariwisata

DIALOGIS.CO – Lebih dari satu dekade lalu, langkah awal pembangunan pariwisata berbasis masyarakat mulai dirintis di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Kala itu, Pemerintah Kabupaten menetapkan 10 desa wisata sebagai bentuk komitmen jangka panjang dalam mengelola potensi lokal. Kini, desa-desa itu bukan hanya titik di peta, tapi menjadi simpul-simpul harapan dan cerita yang terus berkembang.

Langkah ini tidak muncul tiba-tiba. Sejak 2012, konsep desa wisata mulai dirancang dari program desa mandiri yang meliputi tiga aspek: pangan, pendidikan, dan pariwisata. Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata Kukar, Arianto, mengenang momen awal tersebut sebagai titik tolak pembentukan fondasi sektor wisata berbasis kearifan lokal.

“Dari sinilah kemudian kita rumuskan desa wisata, bukan sekadar label, tapi dengan pertimbangan potensi dan kesiapan masyarakatnya,” ujarnya pada Selasa (22/04/2025).

Kesepuluh desa yang masuk dalam program awal ini tersebar di berbagai kecamatan: Desa Pela, Sangkuliman, dan Kedang Ipil di Kota Bangun; Bhuana Jaya, Kerta Buana, dan Bukit Pariaman di Tenggarong Seberang; Muara Enggelam di Muara Wis; Teluk Dalam di Muara Jawa; Liang Buaya di Sebulu; dan Sungai Meriam di Anggana.

Namun seperti perjalanan panjang lainnya, capaian desa wisata tak selalu seragam. Arianto menyebut, hasil evaluasi terbaru menunjukkan adanya kesenjangan dalam pengelolaan dan partisipasi masyarakat.

“Ada desa yang aktif dan berkembang pesat, tapi ada pula yang masih perlu banyak dorongan. Faktor utamanya ada di sinergi antara masyarakat, Pokdarwis, dan pemerintah desa,” jelasnya.

Di antara yang menonjol, Kedang Ipil menunjukkan progres menjanjikan dengan kekuatan budaya lokal yang dijaga dan dipromosikan secara konsisten oleh warganya. Sementara itu, Desa Pela dan Sangkuliman menjadi wajah Kukar dalam sektor ekowisata, khususnya dalam pelestarian pesut Mahakam yang semakin menarik perhatian wisatawan.

“Pela bahkan sudah kita bantu pembangunan akses dan fasilitas pada 2023 lalu,” tambahnya.

Meski begitu, tak sedikit desa yang masih tertatih-tatih membangun pondasi wisata. Bukan hanya karena infrastruktur yang belum memadai, tapi juga karena kebutuhan untuk memperkuat kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan pengelola wisata.

“Kita tidak ingin desa wisata ini hanya hidup di atas kertas. Harus benar-benar dikelola, punya kegiatan, dan mampu menarik wisatawan,” tegas Arianto.

Untuk mengatasi itu, Dinas Pariwisata Kukar terus menggandeng berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar program pembangunan desa bisa bersinergi, mulai dari pelatihan pemandu, manajemen homestay, hingga penguatan promosi digital.

“Edukasi, pelatihan, infrastruktur, semuanya kita dorong. Tapi kuncinya tetap pada komitmen lokal,” ucapnya.

Arianto berharap, ke depan, desa-desa wisata di Kukar bukan hanya menjadi pelengkap bagi destinasi besar seperti Pulau Kumala dan Museum Mulawarman, tapi justru menjadi wajah baru yang lebih otentik dan menyentuh.

“Kami ingin Kukar dikenal bukan hanya karena satu atau dua tempat wisata besar, tapi juga karena desa-desa kecil yang punya cerita dan pesona luar biasa,” pungkasnya. (Adv/fk)

5558015364031046774-min

#Trending Artikel

Terpopuler

banner-iklan-sidebar-300x300-1

Latest Post