DIALOGIS.CO – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) kembali menunjukkan komitmennya dalam menjaga hak-hak masyarakat adat melalui pendekatan yang bijaksana dan terukur. Kali ini, perhatian tertuju pada masyarakat hukum adat Lawas Sumping Layang yang berada di Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun Darat.
Langkah serius tersebut ditunjukkan melalui pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) yang digelar oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kukar, menghadirkan perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Forum ini menjadi ruang tukar informasi dan penguatan pemahaman hukum tentang bagaimana proses pengakuan masyarakat hukum adat dapat dilakukan dengan tepat dan bertanggung jawab.
“Kami ingin memastikan setiap kebijakan yang diambil, termasuk penetapan wilayah adat, benar-benar berpijak pada asas kehati-hatian dan kepastian hukum,” ungkap Asri Riyandi Elvandar, Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Pengembangan Ekonomi Desa DPMD Kukar, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (8/5/2025).
Menurut Elvandar, perhatian terhadap masyarakat adat bukan hanya soal legalitas, tetapi juga keberlanjutan kehidupan sosial, ekonomi, dan kultural mereka.
Wilayah adat, yang menjadi bagian dari identitas kolektif, kerap kali bersinggungan dengan kawasan yang memiliki izin usaha, baik di sektor kehutanan, pertambangan, maupun perkebunan. Maka dari itu, penetapan wilayah tidak boleh gegabah.
“Kekhawatiran pemerintah bukan tanpa alasan. Wilayah adat menyimpan potensi sumber daya alam yang tinggi. Kalau tidak dikelola dengan mekanisme yang tepat, bisa timbul persoalan di masa depan. Makanya kami siapkan semuanya, termasuk strategi hukum dan administratifnya,” ujarnya.
Dalam FGD itu, narasumber dari dua kementerian memberi pencerahan seputar definisi wilayah adat, status tanah, hingga prosedur penetapan yang sesuai regulasi.
Hasil diskusi akan menjadi dasar kuat dalam menyusun langkah teknis lanjutan, yang nantinya memastikan pengakuan adat tidak berbenturan dengan izin usaha ataupun tata ruang wilayah.
“Kami ingin pengakuan masyarakat hukum adat ini menjadi contoh baik, bukan hanya bagi Kukar, tetapi juga daerah lain di Indonesia. Pemerintah tidak sedang menunda, justru kami sedang menyusun landasan kokoh agar penetapan ini kuat secara hukum dan bermanfaat bagi masyarakat adat itu sendiri,” tegas Elvandar.
Dukungan pemerintah ini diharapkan membuka jalan bagi pengakuan yang adil dan menyeluruh terhadap masyarakat adat di Kukar, serta memperkuat posisi mereka dalam pembangunan daerah tanpa menghilangkan identitas budaya dan hak atas tanah leluhur mereka.