DIALOGIS.CO – Sorotan terhadap ketimpangan penegakan hukum lingkungan kembali mencuat di Kalimantan Timur. Legislator Komisi IV DPRD Kaltim, Sarkowi V Zahry, menyampaikan kritik keras atas lemahnya respons hukum terhadap pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar, khususnya di sektor pertambangan.
Ia menegaskan bahwa aparat penegak hukum dan lembaga pengawas harus keluar dari pola lama yang cenderung tajam ke bawah namun tumpul ke atas.
“Ketika masyarakat kecil melanggar, hukum ditegakkan cepat. Tapi ketika korporasi merusak lingkungan dalam skala besar, sanksinya sekadar formalitas. Ini ketimpangan yang mencederai keadilan,” ujar Sarkowi dengan tegas.
Menurutnya, pembiaran terhadap pelanggaran lingkungan tidak hanya berdampak jangka pendek, tapi juga akan menimbulkan kerusakan sistemik terhadap ekosistem dan kehidupan generasi mendatang. Ia menyoroti bahwa banyak perusahaan tambang di Kaltim belum memenuhi kewajiban reklamasi dan pengelolaan limbah.
“Perusahaan-perusahaan ini mengambil keuntungan besar dari tanah kita, tapi mengabaikan tanggung jawab ekologisnya. Ini bentuk ketidakadilan struktural yang nyata,” kata politisi Partai Golkar itu.
Sarkowi menekankan pentingnya penguatan koordinasi antarinstansi, mulai dari Dinas Lingkungan Hidup, aparat penegak hukum, hingga pemerintah daerah. Ia menilai selama ini komunikasi antar lembaga masih berjalan sektoral dan lemah dalam implementasi.
“Kita butuh penindakan, bukan sekadar rekomendasi. Kalau ada pelanggaran, beri sanksi tegas. Jangan berhenti di meja rapat atau laporan administratif,” ujarnya.
Dalam konteks Kaltim sebagai penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN), Sarkowi juga mengingatkan bahwa tekanan terhadap daya dukung lingkungan akan semakin tinggi. Oleh karena itu, langkah penegakan hukum tidak boleh kompromistis.
“Kalau kita longgar sekarang, kerusakannya akan jadi beban IKN juga. Kita harus jaga lingkungan ini sejak awal, bukan saat sudah terlambat,” tambahnya.
Ia mengapresiasi meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan dan mendorong keterlibatan publik untuk terus mengawasi dan menuntut akuntabilitas.
“Publik sekarang lebih kritis. Jangan sampai rakyat kehilangan kepercayaan karena melihat negara tidak adil. Tegakkan hukum tanpa pandang bulu. Itu satu-satunya cara agar lingkungan kita tetap bisa diwariskan,” tutupnya. (Adv/Ina)