DIALOGIS.CO – Tingginya antusiasme umat Islam dalam menunaikan ibadah haji menjadi dorongan kuat bagi pemerintah untuk terus mencari solusi yang meringankan beban biaya perjalanan. Upaya terbaru Presiden Prabowo Subianto dalam menekan biaya haji pun mendapat sambutan positif, termasuk dari kalangan legislatif daerah.
Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Damayanti, menyatakan dukungan penuhnya terhadap langkah tersebut. Ia menilai kebijakan tersebut bukan semata persoalan pengurangan biaya, melainkan wujud nyata keberpihakan negara terhadap aspirasi spiritual masyarakat.
Damayanti menambahkan, langkah ini dapat membuka akses lebih luas bagi masyarakat dari berbagai latar belakang ekonomi untuk menunaikan rukun Islam kelima.
“Tentu kami wakil rakyat menyambut baik keinginan Presiden untuk menurunkan biaya haji,” ujarnya, sembari menekankan pentingnya pemerataan akses bagi masyarakat dari berbagai lapisan ekonomi.
Damayanti menjelaskan bahwa gagasan pembangunan perkampungan haji di Mekkah merupakan langkah strategis untuk mengurangi beban biaya akomodasi, yang selama ini menjadi pos terbesar dalam biaya penyelenggaraan ibadah haji.
Lebih lanjut kata dia, menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem penyelenggaraan haji di Indonesia, terutama kinerja Badan Pengelola Haji (BP Haji) di masa mendatang.
Bahkan, Damayanti mencatat banyak keluhan masyarakat terkait biaya haji yang tinggi, yang menurut mereka tidak seimbang dengan kualitas fasilitas yang tersedia dan lamanya waktu tunggu untuk menunaikan ibadah haji.
“Sudah terlalu sering kita mendengar keluhan masyarakat mengenai pelayanan haji yang tidak memuaskan, padahal biaya yang dikeluarkan sangat besar dan waktu tunggu keberangkatan pun sangat panjang. Ini adalah catatan serius yang memerlukan solusi struktural yang komprehensif,” ucapnya.
Mengacu pada Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2025 yang mencapai Rp89,41 juta, dengan Biaya Ibadah Haji (Bipih) yang dibayarkan langsung oleh jemaah sebesar Rp55,43 juta, Damayanti membandingkannya dengan biaya haji di Malaysia.
Jemaah haji Malaysia dari kelompok berpendapatan rendah (B40) hanya membayar sekitar Rp36,3 juta, dan kelompok menengah (M40) sekitar Rp53 juta, berkat adanya skema subsidi yang diterapkan oleh pemerintah setempat.
“Perbandingan biaya ini jelas menunjukkan bahwa penyelenggaraan haji di Indonesia masih memerlukan pembenahan yang signifikan. Sistem antrean yang panjang dan fasilitas yang seringkali tidak sesuai ekspektasi adalah dua contoh dari sekian banyak keluhan jemaah,” tambahnya.
Ia juga menyoroti kekecewaan jemaah yang telah menabung bertahun-tahun namun pada akhirnya mendapati fasilitas yang jauh dari harapan. “Ini sangat disayangkan. Pembentukan BP Haji diharapkan dapat membawa perubahan besar dalam hal ini,” imbuhnya.
Damayanti menerangkan perlunya transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi dalam pengelolaan dana haji, serta peningkatan kualitas layanan bagi jemaah. Ia berharap BP Haji dapat membangun sistem yang adil, transparan, dan mengedepankan kenyamanan serta kepuasan jemaah.
“Kita ingin jemaah merasa aman, nyaman, dan terlayani dengan baik selama menjalankan ibadah haji. Jangan sampai momen sakral ini ternoda oleh masalah teknis dan manajerial yang seharusnya bisa diantisipasi,” pungkasnya.
Ia berharap inisiatif ini diikuti dengan penguatan tata kelola penyelenggaraan haji agar pelayanan terhadap jemaah semakin maksimal, baik dari segi logistik, kesehatan, hingga kenyamanan selama berada di tanah suci. (Adv/Ina)