DIALOGIS.CO – Kawasan Kaltim Kariangau Terminal (KKT), yang digadang-gadang sebagai simpul logistik utama Kalimantan Timur jelang beroperasinya Ibu Kota Nusantara (IKN), justru menyisakan pekerjaan rumah besar: infrastruktur jalan yang rusak dan minimnya keterlibatan tenaga kerja lokal.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Firnadi Ikhsan, angkat suara terkait ketimpangan yang terjadi di kawasan tersebut. Ia menyebut bahwa kondisi jalan menuju KKT tak mencerminkan geliat ekonomi yang terjadi di dalamnya.
“Ini kawasan vital logistik, tapi jalan rusaknya seperti tak bertuan. Sopir mengeluh, pengusaha terhambat, tapi penyelesaiannya selalu ditunda,” ujar Firnadi.
Jalan yang merupakan jalur utama distribusi barang ke Balikpapan dan sejumlah wilayah lain di Kaltim itu kini dipenuhi lubang dan genangan air. Hal ini, menurut Firnadi, bukan hanya memperlambat mobilitas, tetapi juga memperbesar biaya distribusi yang akhirnya dibebankan pada masyarakat.
“Ketika jalan rusak, biaya distribusi naik, harga barang ikut melonjak. Ujung-ujungnya rakyat yang merasakan dampaknya. Ini efek domino yang nyata,” tegasnya.
Namun, menurut Firnadi, lebih menyedihkan dari sekadar kerusakan jalan adalah rendahnya keterlibatan warga lokal dalam aktivitas ekonomi di kawasan KKT. Ia menilai, keberadaan BUMD seperti Perusda MBS dan sinerginya dengan Pelindo belum sepenuhnya berpihak pada pemberdayaan SDM lokal.
“Jangan sampai kita jadi tuan rumah yang cuma menonton. Lapangan kerja harus dibuka selebar mungkin bagi warga Balikpapan dan sekitarnya. Kalau tidak, pertumbuhan ini jadi timpang,” katanya.
Firnadi mendesak agar rekrutmen tenaga kerja di sektor logistik KKT mengedepankan prinsip keberpihakan terhadap tenaga kerja lokal yang memiliki kompetensi. Ia juga mendorong pelatihan dan peningkatan kapasitas agar SDM lokal tidak kalah saing.
“KKT ini harus jadi tempat transfer ilmu dan teknologi, bukan sekadar tempat kerja elite dari luar daerah,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia mendorong pengembangan fasilitas pendukung di kawasan KKT, seperti gudang pintar, terminal terpadu, dan sistem pelabuhan digital. Menurutnya, infrastruktur keras tanpa dibarengi kesiapan SDM hanya akan menciptakan ketergantungan jangka panjang.
“Kalau kita ingin kawasan ini jadi tulang punggung logistik IKN, maka harus dibangun secara menyeluruh: jalan, pelabuhan, dan manusianya,” tandasnya.
Firnadi menutup dengan pernyataan tegas: pertumbuhan ekonomi tak boleh hanya menciptakan angka, tapi harus menghadirkan keadilan. “Kita tidak anti-investasi. Tapi pertumbuhan yang tidak inklusif adalah kegagalan bersama,” pungkasnya. (Adv/Ina)